Ada yang Nginbox aku, dan berkata kalau Cadar hanya kebiasaan dan hukumnya kata dia Mubah. dan sekarang saya Copy Artikel dari http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/hukum-memakai-cadar-dalam-pandangan-4-madzhab.html
Wanita bercadar seringkali diidentikkan dengan orang arab atau
timur-tengah. Padahal memakai cadar atau menutup wajah bagi wanita
adalah ajaran Islam yang didasari dalil-dalil Al Qur’an, hadits-hadits
shahih serta penerapan para sahabat Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam serta para ulama yang mengikuti mereka. Sehingga tidak benar anggapan bahwa hal tersebut merupakan sekedar budaya timur-tengah.
Berikut ini sengaja kami bawakan pendapat-pendapat para ulama
madzhab, tanpa menyebutkan pendalilan mereka, untuk membuktikan bahwa
pembahasan ini tertera dan dibahas secara gamblang dalam kitab-kitab
fiqih 4 madzhab. Lebih lagi, ulama 4 madzhab semuanya menganjurkan
wanita muslimah untuk memakai cadar, bahkan sebagiannya sampai kepada
anjuran wajib. Beberapa penukilan yang disebutkan di sini hanya secuil
saja, karena masih banyak lagi penjelasan-penjelasan serupa dari para
ulama madzhab.
Madzhab Hanafi
Pendapat madzhab Hanafi, wajah wanita bukanlah aurat, namun memakai
cadar hukumnya sunnah (dianjurkan) dan menjadi wajib jika dikhawatirkan
menimbulkan fitnah.
* Asy Syaranbalali berkata:
وجميع بدن الحرة عورة إلا وجهها وكفيها باطنهما وظاهرهما في الأصح ، وهو المختار
“Seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan
dalam serta telapak tangan luar, ini pendapat yang lebih shahih dan
merupakan pilihan madzhab kami“ (Matan Nuurul Iidhah)* Al Imam Muhammad ‘Alaa-uddin berkata:
وجميع بدن الحرة عورة إلا
وجهها وكفيها ، وقدميها في رواية ، وكذا صوتها، وليس بعورة على الأشبه ،
وإنما يؤدي إلى الفتنة ، ولذا تمنع من كشف وجهها بين الرجال للفتنة
“Seluruh badan wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan
dalam. Dalam suatu riwayat, juga telapak tangan luar. Demikian juga
suaranya. Namun bukan aurat jika dihadapan sesama wanita. Jika cenderung
menimbulkan fitnah, dilarang menampakkan wajahnya di hadapan para
lelaki” (Ad Durr Al Muntaqa, 81)* Al Allamah Al Hashkafi berkata:
والمرأة كالرجل ، لكنها تكشف وجهها لا رأسها ، ولو سَدَلَت شيئًا عليه وَجَافَتهُ جاز ، بل يندب
“Aurat wanita dalam shalat itu seperti aurat lelaki. Namun wajah
wanita itu dibuka sedangkan kepalanya tidak. Andai seorang wanita
memakai sesuatu di wajahnya atau menutupnya, boleh, bahkan dianjurkan” (Ad Durr Al Mukhtar, 2/189)* Al Allamah Ibnu Abidin berkata:
تُمنَعُ من الكشف لخوف أن يرى الرجال وجهها فتقع الفتنة ، لأنه مع الكشف قد يقع النظر إليها بشهوة
“Terlarang bagi wanita menampakan wajahnya karena khawatir akan
dilihat oleh para lelaki, kemudian timbullah fitnah. Karena jika wajah
dinampakkan, terkadang lelaki melihatnya dengan syahwat” (Hasyiah ‘Alad Durr Al Mukhtaar, 3/188-189)* Al Allamah Ibnu Najiim berkata:
قال مشايخنا : تمنع المرأة الشابة من كشف وجهها بين الرجال في زماننا للفتنة
“Para ulama madzhab kami berkata bahwa terlarang bagi wanita muda
untuk menampakkan wajahnya di hadapan para lelaki di zaman kita ini,
karena dikhawatirkan menimbulkan fitnah” (Al Bahr Ar Raaiq, 284)Beliau berkata demikian di zaman beliau, yaitu beliau wafat pada tahun 970 H, bagaimana dengan zaman kita sekarang?
Madzhab Maliki
Mazhab Maliki berpendapat bahwa wajah wanita bukanlah aurat, namun memakai cadar hukumnya sunnah (dianjurkan) dan menjadi wajib jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah. Bahkan sebagian ulama Maliki berpendapat seluruh tubuh wanita adalah aurat.
* Az Zarqaani berkata:
وعورة الحرة مع رجل أجنبي
مسلم غير الوجه والكفين من جميع جسدها ، حتى دلاليها وقصَّتها . وأما الوجه
والكفان ظاهرهما وباطنهما ، فله رؤيتهما مكشوفين ولو شابة بلا عذر من
شهادة أو طب ، إلا لخوف فتنة أو قصد لذة فيحرم ، كنظر لأمرد ، كما
للفاكهاني والقلشاني
“Aurat wanita di depan lelaki muslim ajnabi adalah seluruh tubuh
selain wajah dan telapak tangan. Bahkan suara indahnya juga aurat.
Sedangkan wajah, telapak tangan luar dan dalam, boleh dinampakkan dan
dilihat oleh laki-laki walaupun wanita tersebut masih muda baik sekedar
melihat ataupun untuk tujuan pengobatan. Kecuali jika khawatir timbul
fitnah atau lelaki melihat wanita untuk berlezat-lezat, maka hukumnya
haram, sebagaimana haramnya melihat amraad. Hal ini juga diungkapkan oleh Al Faakihaani dan Al Qalsyaani” (Syarh Mukhtashar Khalil, 176)* Ibnul Arabi berkata:
والمرأة كلها عورة ، بدنها
، وصوتها ، فلا يجوز كشف ذلك إلا لضرورة ، أو لحاجة ، كالشهادة عليها ، أو
داء يكون ببدنها ، أو سؤالها عما يَعنُّ ويعرض عندها
“Wanita itu seluruhnya adalah aurat. Baik badannya maupun suaranya.
Tidak boleh menampakkan wajahnya kecuali darurat atau ada kebutuhan
mendesak seperti persaksian atau pengobatan pada badannya, atau kita
dipertanyakan apakah ia adalah orang yang dimaksud (dalam sebuah
persoalan)” (Ahkaamul Qur’an, 3/1579)* Al Qurthubi berkata:
قال ابن خُويز منداد ــ
وهو من كبار علماء المالكية ـ : إن المرأة اذا كانت جميلة وخيف من وجهها
وكفيها الفتنة ، فعليها ستر ذلك ؛ وإن كانت عجوزًا أو مقبحة جاز أن تكشف
وجهها وكفيها
“Ibnu Juwaiz Mandad – ia adalah ulama besar Maliki – berkata: Jika
seorang wanita itu cantik dan khawatir wajahnya dan telapak tangannya
menimbulkan fitnah, hendaknya ia menutup wajahnya. Jika ia wanita tua
atau wajahnya jelek, boleh baginya menampakkan wajahnya” (Tafsir Al Qurthubi, 12/229)* Al Hathab berkata:
واعلم أنه إن خُشي من
المرأة الفتنة يجب عليها ستر الوجه والكفين . قاله القاضي عبد الوهاب ،
ونقله عنه الشيخ أحمد زرّوق في شرح الرسالة ، وهو ظاهر التوضيح
“Ketahuilah, jika dikhawatirkan terjadi fitnah maka wanita wajib
menutup wajah dan telapak tangannya. Ini dikatakan oleh Al Qadhi Abdul
Wahhab, juga dinukil oleh Syaikh Ahmad Zarruq dalam Syarhur Risaalah.
Dan inilah pendapat yang lebih tepat” (Mawahib Jaliil, 499)* Al Allamah Al Banaani, menjelaskan pendapat Az Zarqani di atas:
وهو الذي لابن مرزوق في
اغتنام الفرصة قائلًا : إنه مشهور المذهب ، ونقل الحطاب أيضًا الوجوب عن
القاضي عبد الوهاب ، أو لا يجب عليها ذلك ، وإنما على الرجل غض بصره ، وهو
مقتضى نقل مَوَّاق عن عياض . وفصَّل الشيخ زروق في شرح الوغليسية بين
الجميلة فيجب عليها ، وغيرها فيُستحب
“Pendapat tersebut juga dikatakan oleh Ibnu Marzuuq dalam kitab Ightimamul Furshah,
ia berkata: ‘Inilah pendapat yang masyhur dalam madzhab Maliki’. Al
Hathab juga menukil perkataan Al Qadhi Abdul Wahhab bahwa hukumnya
wajib. Sebagian ulama Maliki menyebutkan pendapat bahwa hukumnya tidak
wajib namun laki-laki wajib menundukkan pandangannya. Pendapat ini
dinukil Mawwaq dari Iyadh. Syaikh Zarruq dalam kitab Syarhul Waghlisiyyah merinci, jika cantik maka wajib, jika tidak cantik maka sunnah” (Hasyiyah ‘Ala Syarh Az Zarqaani, 176)Madzhab Syafi’i
Pendapat madzhab Syafi’i, aurat wanita di depan lelaki ajnabi (bukan mahram) adalah seluruh tubuh. Sehingga mereka mewajibkan wanita memakai cadar di hadapan lelaki ajnabi. Inilah pendapat mu’tamad madzhab Syafi’i.
* Asy Syarwani berkata:
إن لها ثلاث عورات : عورة
في الصلاة ، وهو ما تقدم ـ أي كل بدنها ما سوى الوجه والكفين . وعورة
بالنسبة لنظر الأجانب إليها : جميع بدنها حتى الوجه والكفين على المعتمد
وعورة في الخلوة وعند المحارم : كعورة الرجل »اهـ ـ أي ما بين السرة
والركبة ـ
“Wanita memiliki tiga jenis aurat, (1) aurat dalam shalat
-sebagaimana telah dijelaskan- yaitu seluruh badan kecuali wajah dan
telapak tangan, (2) aurat terhadap pandangan lelaki ajnabi, yaitu
seluruh tubuh termasuk wajah dan telapak tangan, menurut pendapat yang mu’tamad, (3) aurat ketika berdua bersama yang mahram, sama seperti laki-laki, yaitu antara pusar dan paha” (Hasyiah Asy Syarwani ‘Ala Tuhfatul Muhtaaj, 2/112)* Syaikh Sulaiman Al Jamal berkata:
غير وجه وكفين : وهذه
عورتها في الصلاة . وأما عورتها عند النساء المسلمات مطلقًا وعند الرجال
المحارم ، فما بين السرة والركبة . وأما عند الرجال الأجانب فجميع البدن
“Maksud perkataan An Nawawi ‘aurat wanita adalah selain wajah dan
telapak tangan’, ini adalah aurat di dalam shalat. Adapun aurat wanita
muslimah secara mutlak di hadapan lelaki yang masih mahram adalah antara
pusar hingga paha. Sedangkan di hadapan lelaki yang bukan mahram adalah
seluruh badan” (Hasyiatul Jamal Ala’ Syarh Al Minhaj, 411)* Syaikh Muhammad bin Qaasim Al Ghazzi, penulis Fathul Qaarib, berkata:
وجميع بدن المرأة الحرة عورة إلا وجهها وكفيها ، وهذه عورتها في الصلاة ، أما خارج الصلاة فعورتها جميع بدنها
“Seluruh badan wanita selain wajah dan telapak tangan adalah aurat.
Ini aurat di dalam shalat. Adapun di luar shalat, aurat wanita adalah
seluruh badan” (Fathul Qaarib, 19)* Ibnu Qaasim Al Abadi berkata:
فيجب ما ستر من الأنثى ولو رقيقة ما عدا الوجه والكفين . ووجوب سترهما في الحياة ليس لكونهما عورة ، بل لخوف الفتنة غالبًا
“Wajib bagi wanita menutup seluruh tubuh selain wajah telapak tangan,
walaupun penutupnya tipis. Dan wajib pula menutup wajah dan telapak
tangan, bukan karena keduanya adalah aurat, namun karena secara umum
keduanya cenderung menimbulkan fitnah” (Hasyiah Ibnu Qaasim ‘Ala Tuhfatul Muhtaaj, 3/115)* Taqiyuddin Al Hushni, penulis Kifaayatul Akhyaar, berkata:
ويُكره أن يصلي في ثوب فيه
صورة وتمثيل ، والمرأة متنقّبة إلا أن تكون في مسجد وهناك أجانب لا
يحترزون عن النظر ، فإن خيف من النظر إليها ما يجر إلى الفساد حرم عليها
رفع النقاب
“Makruh hukumnya shalat dengan memakai pakaian yang bergambar atau
lukisan. Makruh pula wanita memakai niqab (cadar) ketika shalat. Kecuali
jika di masjid kondisinya sulit terjaga dari pandnagan lelaki ajnabi.
Jika wanita khawatir dipandang oleh lelaki ajnabi sehingga menimbulkan
kerusakan, haram hukumnya melepaskan niqab (cadar)” (Kifaayatul Akhyaar, 181)Madzhab Hambali
* Imam Ahmad bin Hambal berkata:
كل شيء منها ــ أي من المرأة الحرة ــ عورة حتى الظفر
“Setiap bagian tubuh wanita adalah aurat, termasuk pula kukunya” (Dinukil dalam Zaadul Masiir, 6/31)* Syaikh Abdullah bin Abdil Aziz Al ‘Anqaari, penulis Raudhul Murbi’, berkata:
« وكل الحرة البالغة عورة
حتى ذوائبها ، صرح به في الرعاية . اهـ إلا وجهها فليس عورة في الصلاة .
وأما خارجها فكلها عورة حتى وجهها بالنسبة إلى الرجل والخنثى وبالنسبة إلى
مثلها عورتها ما بين السرة إلى الركبة
“Setiap bagian tubuh wanita yang baligh adalah aurat, termasuk pula sudut kepalanya. Pendapat ini telah dijelaskan dalam kitab Ar Ri’ayah…
kecuali wajah, karena wajah bukanlah aurat di dalam shalat. Adapun di
luar shalat, semua bagian tubuh adalah aurat, termasuk pula wajahnya
jika di hadapan lelaki atau di hadapan banci. Jika di hadapan sesama
wanita, auratnya antara pusar hingga paha” (Raudhul Murbi’, 140)* Ibnu Muflih berkata:
« قال أحمد : ولا تبدي
زينتها إلا لمن في الآية ونقل أبو طالب :ظفرها عورة ، فإذا خرجت فلا تبين
شيئًا ، ولا خُفَّها ، فإنه يصف القدم ، وأحبُّ إليَّ أن تجعل لكـمّها زرًا
عند يدها
“Imam Ahmad berkata: ‘Maksud ayat tersebut adalah, janganlah mereka (wanita) menampakkan perhiasan mereka kecuali kepada orang yang disebutkan di dalam ayat‘.
Abu Thalib menukil penjelasan dari beliau (Imam Ahmad): ‘Kuku wanita
termasuk aurat. Jika mereka keluar, tidak boleh menampakkan apapun
bahkan khuf (semacam kaus kaki), karena khuf itu masih menampakkan lekuk kaki. Dan aku lebih suka jika mereka membuat semacam kancing tekan di bagian tangan’” (Al Furu’, 601-602)* Syaikh Manshur bin Yunus bin Idris Al Bahuti, ketika menjelaskan matan Al Iqna’ , ia berkata:
« وهما » أي : الكفان . « والوجه » من الحرة البالغة « عورة خارجها » أي الصلاة « باعتبار النظر كبقية بدنها »
“’Keduanya, yaitu dua telapak tangan dan wajah adalah aurat di luar
shalat karena adanya pandangan, sama seperti anggota badan lainnya” (Kasyful Qanaa’, 309)* Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata:
القول الراجح في هذه المسألة وجوب ستر الوجه عن الرجال الأجانب
“Pendapat yang kuat dalam masalah ini adalah wajib hukumnya bagi wanita untuk menutup wajah dari pada lelaki ajnabi” (Fatawa Nurun ‘Alad Darb, http://www.ibnothaimeen.com/all/noor/article_4913.shtml)Cadar Adalah Budaya Islam
Dari pemaparan di atas, jelaslah bahwa memakai cadar (dan juga jilbab) bukanlah sekedar budaya timur-tengah, namun budaya Islam dan ajaran Islam yang sudah diajarkan oleh para ulama Islam sebagai pewaris para Nabi yang memberikan pengajaran kepada seluruh umat Islam, bukan kepada masyarakat timur-tengah saja. Jika memang budaya Islam ini sudah dianggap sebagai budaya lokal oleh masyarakat timur-tengah, maka tentu ini adalah perkara yang baik. Karena memang demikian sepatutnya, seorang muslim berbudaya Islam.
Diantara bukti lain bahwa cadar (dan juga jilbab) adalah budaya Islam :
1. Sebelum turun ayat yang memerintahkan berhijab atau berjilbab, budaya masyarakat arab Jahiliyah adalah menampakkan aurat, bersolek jika keluar rumah, berpakaian seronok atau disebut dengan tabarruj. Oleh karena itu Allah Ta’ala berfirman:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ
“Hendaknya kalian (wanita muslimah), berada di rumah-rumah kalian
dan janganlah kalian ber-tabarruj sebagaimana yang dilakukan wanita
jahiliyah terdahulu” (QS. Al Ahzab: 33)Sedangkan, yang disebut dengan jahiliyah adalah masa ketika Rasulullah Shallalahu’alihi Wasallam belum di utus. Ketika Islam datang, Islam mengubah budaya buruk ini dengan memerintahkan para wanita untuk berhijab. Ini membuktikan bahwa hijab atau jilbab adalah budaya yang berasal dari Islam.
2. Ketika turun ayat hijab, para wanita muslimah yang beriman kepada Rasulullah Shallalahu’alaihi Wasallam seketika itu mereka mencari kain apa saja yang bisa menutupi aurat mereka. ‘Aisyah Radhiallahu’anha berkata:
مَّا نَزَلَتْ هَذِهِ
الْآيَةُ ( وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ ) أَخَذْنَ
أُزْرَهُنَّ فَشَقَّقْنَهَا مِنْ قِبَلِ الْحَوَاشِي فَاخْتَمَرْنَ بِهَا
“(Wanita-wanita Muhajirin), ketika turun ayat ini: “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada (dan leher) mereka.” (QS. Menunjukkan bahwa sebelumnya mereka tidak berpakaian yang menutupi aurat-aurat mereka sehingga mereka menggunakan kain yang ada dalam rangka untuk mentaati ayat tersebut.
Singkat kata, para ulama sejak dahulu telah membahas hukum memakai cadar bagi wanita. Sebagian mewajibkan, dan sebagian lagi berpendapat hukumnya sunnah. Tidak ada diantara mereka yang mengatakan bahwa pembahasan ini hanya berlaku bagi wanita muslimah arab atau timur-tengah saja. Sehingga tidak benar bahwa memakai cadar itu aneh, ekstrim, berlebihan dalam beragama, atau ikut-ikutan budaya negeri arab.
—
Penukilan pendapat-pendapat para ulama di atas merupakan kesungguhan dari akhi Ahmad Syabib dalam forum Fursanul Haq (http://www.forsanelhaq.com/showthread.php?t=83503)
Penerjemah: Yulian Purnama
Artikel www.muslim.or.id
Wanita bercadar seringkali diidentikkan dengan orang arab atau timur-tengah. Padahal memakai cadar atau menutup wajah bagi wanita adalah ajaran Islam yang didasari dalil-dalil Al Qur’an, hadits-hadits shahih serta penerapan para sahabat Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam serta para ulama yang mengikuti mereka. Sehingga tidak benar anggapan bahwa hal tersebut merupakan sekedar budaya timur-tengah.
Berikut ini sengaja kami bawakan pendapat-pendapat para ulama madzhab, tanpa menyebutkan pendalilan mereka, untuk membuktikan bahwa pembahasan ini tertera dan dibahas secara gamblang dalam kitab-kitab fiqih 4 madzhab. Lebih lagi, ulama 4 madzhab semuanya menganjurkan wanita muslimah untuk memakai cadar, bahkan sebagiannya sampai kepada anjuran wajib. Beberapa penukilan yang disebutkan di sini hanya secuil saja, karena masih banyak lagi penjelasan-penjelasan serupa dari para ulama madzhab.
Madzhab Hanafi
Pendapat madzhab Hanafi, wajah wanita bukanlah aurat, namun memakai cadar hukumnya sunnah (dianjurkan) dan menjadi wajib jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah.
* Asy Syaranbalali berkata:
وجميع بدن الحرة عورة إلا وجهها وكفيها باطنهما وظاهرهما في الأصح ، وهو المختار
“Seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan
dalam serta telapak tangan luar, ini pendapat yang lebih shahih dan
merupakan pilihan madzhab kami“ (Matan Nuurul Iidhah)* Al Imam Muhammad ‘Alaa-uddin berkata:
وجميع بدن الحرة عورة إلا
وجهها وكفيها ، وقدميها في رواية ، وكذا صوتها، وليس بعورة على الأشبه ،
وإنما يؤدي إلى الفتنة ، ولذا تمنع من كشف وجهها بين الرجال للفتنة
“Seluruh badan wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan
dalam. Dalam suatu riwayat, juga telapak tangan luar. Demikian juga
suaranya. Namun bukan aurat jika dihadapan sesama wanita. Jika cenderung
menimbulkan fitnah, dilarang menampakkan wajahnya di hadapan para
lelaki” (Ad Durr Al Muntaqa, 81)* Al Allamah Al Hashkafi berkata:
والمرأة كالرجل ، لكنها تكشف وجهها لا رأسها ، ولو سَدَلَت شيئًا عليه وَجَافَتهُ جاز ، بل يندب
“Aurat wanita dalam shalat itu seperti aurat lelaki. Namun wajah
wanita itu dibuka sedangkan kepalanya tidak. Andai seorang wanita
memakai sesuatu di wajahnya atau menutupnya, boleh, bahkan dianjurkan” (Ad Durr Al Mukhtar, 2/189)* Al Allamah Ibnu Abidin berkata:
تُمنَعُ من الكشف لخوف أن يرى الرجال وجهها فتقع الفتنة ، لأنه مع الكشف قد يقع النظر إليها بشهوة
“Terlarang bagi wanita menampakan wajahnya karena khawatir akan
dilihat oleh para lelaki, kemudian timbullah fitnah. Karena jika wajah
dinampakkan, terkadang lelaki melihatnya dengan syahwat” (Hasyiah ‘Alad Durr Al Mukhtaar, 3/188-189)* Al Allamah Ibnu Najiim berkata:
قال مشايخنا : تمنع المرأة الشابة من كشف وجهها بين الرجال في زماننا للفتنة
“Para ulama madzhab kami berkata bahwa terlarang bagi wanita muda
untuk menampakkan wajahnya di hadapan para lelaki di zaman kita ini,
karena dikhawatirkan menimbulkan fitnah” (Al Bahr Ar Raaiq, 284)Beliau berkata demikian di zaman beliau, yaitu beliau wafat pada tahun 970 H, bagaimana dengan zaman kita sekarang?
Madzhab Maliki
Mazhab Maliki berpendapat bahwa wajah wanita bukanlah aurat, namun memakai cadar hukumnya sunnah (dianjurkan) dan menjadi wajib jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah. Bahkan sebagian ulama Maliki berpendapat seluruh tubuh wanita adalah aurat.
* Az Zarqaani berkata:
وعورة الحرة مع رجل أجنبي
مسلم غير الوجه والكفين من جميع جسدها ، حتى دلاليها وقصَّتها . وأما الوجه
والكفان ظاهرهما وباطنهما ، فله رؤيتهما مكشوفين ولو شابة بلا عذر من
شهادة أو طب ، إلا لخوف فتنة أو قصد لذة فيحرم ، كنظر لأمرد ، كما
للفاكهاني والقلشاني
“Aurat wanita di depan lelaki muslim ajnabi adalah seluruh tubuh
selain wajah dan telapak tangan. Bahkan suara indahnya juga aurat.
Sedangkan wajah, telapak tangan luar dan dalam, boleh dinampakkan dan
dilihat oleh laki-laki walaupun wanita tersebut masih muda baik sekedar
melihat ataupun untuk tujuan pengobatan. Kecuali jika khawatir timbul
fitnah atau lelaki melihat wanita untuk berlezat-lezat, maka hukumnya
haram, sebagaimana haramnya melihat amraad. Hal ini juga diungkapkan oleh Al Faakihaani dan Al Qalsyaani” (Syarh Mukhtashar Khalil, 176)* Ibnul Arabi berkata:
والمرأة كلها عورة ، بدنها
، وصوتها ، فلا يجوز كشف ذلك إلا لضرورة ، أو لحاجة ، كالشهادة عليها ، أو
داء يكون ببدنها ، أو سؤالها عما يَعنُّ ويعرض عندها
“Wanita itu seluruhnya adalah aurat. Baik badannya maupun suaranya.
Tidak boleh menampakkan wajahnya kecuali darurat atau ada kebutuhan
mendesak seperti persaksian atau pengobatan pada badannya, atau kita
dipertanyakan apakah ia adalah orang yang dimaksud (dalam sebuah
persoalan)” (Ahkaamul Qur’an, 3/1579)* Al Qurthubi berkata:
قال ابن خُويز منداد ــ
وهو من كبار علماء المالكية ـ : إن المرأة اذا كانت جميلة وخيف من وجهها
وكفيها الفتنة ، فعليها ستر ذلك ؛ وإن كانت عجوزًا أو مقبحة جاز أن تكشف
وجهها وكفيها
“Ibnu Juwaiz Mandad – ia adalah ulama besar Maliki – berkata: Jika
seorang wanita itu cantik dan khawatir wajahnya dan telapak tangannya
menimbulkan fitnah, hendaknya ia menutup wajahnya. Jika ia wanita tua
atau wajahnya jelek, boleh baginya menampakkan wajahnya” (Tafsir Al Qurthubi, 12/229)* Al Hathab berkata:
واعلم أنه إن خُشي من
المرأة الفتنة يجب عليها ستر الوجه والكفين . قاله القاضي عبد الوهاب ،
ونقله عنه الشيخ أحمد زرّوق في شرح الرسالة ، وهو ظاهر التوضيح
“Ketahuilah, jika dikhawatirkan terjadi fitnah maka wanita wajib
menutup wajah dan telapak tangannya. Ini dikatakan oleh Al Qadhi Abdul
Wahhab, juga dinukil oleh Syaikh Ahmad Zarruq dalam Syarhur Risaalah.
Dan inilah pendapat yang lebih tepat” (Mawahib Jaliil, 499)* Al Allamah Al Banaani, menjelaskan pendapat Az Zarqani di atas:
وهو الذي لابن مرزوق في
اغتنام الفرصة قائلًا : إنه مشهور المذهب ، ونقل الحطاب أيضًا الوجوب عن
القاضي عبد الوهاب ، أو لا يجب عليها ذلك ، وإنما على الرجل غض بصره ، وهو
مقتضى نقل مَوَّاق عن عياض . وفصَّل الشيخ زروق في شرح الوغليسية بين
الجميلة فيجب عليها ، وغيرها فيُستحب
“Pendapat tersebut juga dikatakan oleh Ibnu Marzuuq dalam kitab Ightimamul Furshah,
ia berkata: ‘Inilah pendapat yang masyhur dalam madzhab Maliki’. Al
Hathab juga menukil perkataan Al Qadhi Abdul Wahhab bahwa hukumnya
wajib. Sebagian ulama Maliki menyebutkan pendapat bahwa hukumnya tidak
wajib namun laki-laki wajib menundukkan pandangannya. Pendapat ini
dinukil Mawwaq dari Iyadh. Syaikh Zarruq dalam kitab Syarhul Waghlisiyyah merinci, jika cantik maka wajib, jika tidak cantik maka sunnah” (Hasyiyah ‘Ala Syarh Az Zarqaani, 176)Madzhab Syafi’i
Pendapat madzhab Syafi’i, aurat wanita di depan lelaki ajnabi (bukan mahram) adalah seluruh tubuh. Sehingga mereka mewajibkan wanita memakai cadar di hadapan lelaki ajnabi. Inilah pendapat mu’tamad madzhab Syafi’i.
* Asy Syarwani berkata:
إن لها ثلاث عورات : عورة
في الصلاة ، وهو ما تقدم ـ أي كل بدنها ما سوى الوجه والكفين . وعورة
بالنسبة لنظر الأجانب إليها : جميع بدنها حتى الوجه والكفين على المعتمد
وعورة في الخلوة وعند المحارم : كعورة الرجل »اهـ ـ أي ما بين السرة
والركبة ـ
“Wanita memiliki tiga jenis aurat, (1) aurat dalam shalat
-sebagaimana telah dijelaskan- yaitu seluruh badan kecuali wajah dan
telapak tangan, (2) aurat terhadap pandangan lelaki ajnabi, yaitu
seluruh tubuh termasuk wajah dan telapak tangan, menurut pendapat yang mu’tamad, (3) aurat ketika berdua bersama yang mahram, sama seperti laki-laki, yaitu antara pusar dan paha” (Hasyiah Asy Syarwani ‘Ala Tuhfatul Muhtaaj, 2/112)* Syaikh Sulaiman Al Jamal berkata:
غير وجه وكفين : وهذه
عورتها في الصلاة . وأما عورتها عند النساء المسلمات مطلقًا وعند الرجال
المحارم ، فما بين السرة والركبة . وأما عند الرجال الأجانب فجميع البدن
“Maksud perkataan An Nawawi ‘aurat wanita adalah selain wajah dan
telapak tangan’, ini adalah aurat di dalam shalat. Adapun aurat wanita
muslimah secara mutlak di hadapan lelaki yang masih mahram adalah antara
pusar hingga paha. Sedangkan di hadapan lelaki yang bukan mahram adalah
seluruh badan” (Hasyiatul Jamal Ala’ Syarh Al Minhaj, 411)* Syaikh Muhammad bin Qaasim Al Ghazzi, penulis Fathul Qaarib, berkata:
وجميع بدن المرأة الحرة عورة إلا وجهها وكفيها ، وهذه عورتها في الصلاة ، أما خارج الصلاة فعورتها جميع بدنها
“Seluruh badan wanita selain wajah dan telapak tangan adalah aurat.
Ini aurat di dalam shalat. Adapun di luar shalat, aurat wanita adalah
seluruh badan” (Fathul Qaarib, 19)* Ibnu Qaasim Al Abadi berkata:
فيجب ما ستر من الأنثى ولو رقيقة ما عدا الوجه والكفين . ووجوب سترهما في الحياة ليس لكونهما عورة ، بل لخوف الفتنة غالبًا
“Wajib bagi wanita menutup seluruh tubuh selain wajah telapak tangan,
walaupun penutupnya tipis. Dan wajib pula menutup wajah dan telapak
tangan, bukan karena keduanya adalah aurat, namun karena secara umum
keduanya cenderung menimbulkan fitnah” (Hasyiah Ibnu Qaasim ‘Ala Tuhfatul Muhtaaj, 3/115)* Taqiyuddin Al Hushni, penulis Kifaayatul Akhyaar, berkata:
ويُكره أن يصلي في ثوب فيه
صورة وتمثيل ، والمرأة متنقّبة إلا أن تكون في مسجد وهناك أجانب لا
يحترزون عن النظر ، فإن خيف من النظر إليها ما يجر إلى الفساد حرم عليها
رفع النقاب
“Makruh hukumnya shalat dengan memakai pakaian yang bergambar atau
lukisan. Makruh pula wanita memakai niqab (cadar) ketika shalat. Kecuali
jika di masjid kondisinya sulit terjaga dari pandnagan lelaki ajnabi.
Jika wanita khawatir dipandang oleh lelaki ajnabi sehingga menimbulkan
kerusakan, haram hukumnya melepaskan niqab (cadar)” (Kifaayatul Akhyaar, 181)Madzhab Hambali
* Imam Ahmad bin Hambal berkata:
كل شيء منها ــ أي من المرأة الحرة ــ عورة حتى الظفر
“Setiap bagian tubuh wanita adalah aurat, termasuk pula kukunya” (Dinukil dalam Zaadul Masiir, 6/31)* Syaikh Abdullah bin Abdil Aziz Al ‘Anqaari, penulis Raudhul Murbi’, berkata:
« وكل الحرة البالغة عورة
حتى ذوائبها ، صرح به في الرعاية . اهـ إلا وجهها فليس عورة في الصلاة .
وأما خارجها فكلها عورة حتى وجهها بالنسبة إلى الرجل والخنثى وبالنسبة إلى
مثلها عورتها ما بين السرة إلى الركبة
“Setiap bagian tubuh wanita yang baligh adalah aurat, termasuk pula sudut kepalanya. Pendapat ini telah dijelaskan dalam kitab Ar Ri’ayah…
kecuali wajah, karena wajah bukanlah aurat di dalam shalat. Adapun di
luar shalat, semua bagian tubuh adalah aurat, termasuk pula wajahnya
jika di hadapan lelaki atau di hadapan banci. Jika di hadapan sesama
wanita, auratnya antara pusar hingga paha” (Raudhul Murbi’, 140)* Ibnu Muflih berkata:
« قال أحمد : ولا تبدي
زينتها إلا لمن في الآية ونقل أبو طالب :ظفرها عورة ، فإذا خرجت فلا تبين
شيئًا ، ولا خُفَّها ، فإنه يصف القدم ، وأحبُّ إليَّ أن تجعل لكـمّها زرًا
عند يدها
“Imam Ahmad berkata: ‘Maksud ayat tersebut adalah, janganlah mereka (wanita) menampakkan perhiasan mereka kecuali kepada orang yang disebutkan di dalam ayat‘.
Abu Thalib menukil penjelasan dari beliau (Imam Ahmad): ‘Kuku wanita
termasuk aurat. Jika mereka keluar, tidak boleh menampakkan apapun
bahkan khuf (semacam kaus kaki), karena khuf itu masih menampakkan lekuk kaki. Dan aku lebih suka jika mereka membuat semacam kancing tekan di bagian tangan’” (Al Furu’, 601-602)* Syaikh Manshur bin Yunus bin Idris Al Bahuti, ketika menjelaskan matan Al Iqna’ , ia berkata:
« وهما » أي : الكفان . « والوجه » من الحرة البالغة « عورة خارجها » أي الصلاة « باعتبار النظر كبقية بدنها »
“’Keduanya, yaitu dua telapak tangan dan wajah adalah aurat di luar shalat karena adanya pandangan, sama seperti anggota badan lainnya” (Kasyful Qanaa’, 309)* Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata:
القول الراجح في هذه المسألة وجوب ستر الوجه عن الرجال الأجانب
“Pendapat yang kuat dalam masalah ini adalah wajib hukumnya bagi wanita untuk menutup wajah dari pada lelaki ajnabi” (Fatawa Nurun ‘Alad Darb, http://www.ibnothaimeen.com/all/noor/article_4913.shtml)Cadar Adalah Budaya Islam
Dari pemaparan di atas, jelaslah bahwa memakai cadar (dan juga jilbab) bukanlah sekedar budaya timur-tengah, namun budaya Islam dan ajaran Islam yang sudah diajarkan oleh para ulama Islam sebagai pewaris para Nabi yang memberikan pengajaran kepada seluruh umat Islam, bukan kepada masyarakat timur-tengah saja. Jika memang budaya Islam ini sudah dianggap sebagai budaya lokal oleh masyarakat timur-tengah, maka tentu ini adalah perkara yang baik. Karena memang demikian sepatutnya, seorang muslim berbudaya Islam.
Diantara bukti lain bahwa cadar (dan juga jilbab) adalah budaya Islam :
1. Sebelum turun ayat yang memerintahkan berhijab atau berjilbab, budaya masyarakat arab Jahiliyah adalah menampakkan aurat, bersolek jika keluar rumah, berpakaian seronok atau disebut dengan tabarruj. Oleh karena itu Allah Ta’ala berfirman:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ
“Hendaknya kalian (wanita muslimah), berada di rumah-rumah kalian
dan janganlah kalian ber-tabarruj sebagaimana yang dilakukan wanita
jahiliyah terdahulu” (QS. Al Ahzab: 33)Sedangkan, yang disebut dengan jahiliyah adalah masa ketika Rasulullah Shallalahu’alihi Wasallam belum di utus. Ketika Islam datang, Islam mengubah budaya buruk ini dengan memerintahkan para wanita untuk berhijab. Ini membuktikan bahwa hijab atau jilbab adalah budaya yang berasal dari Islam.
2. Ketika turun ayat hijab, para wanita muslimah yang beriman kepada Rasulullah Shallalahu’alaihi Wasallam seketika itu mereka mencari kain apa saja yang bisa menutupi aurat mereka. ‘Aisyah Radhiallahu’anha berkata:
مَّا نَزَلَتْ هَذِهِ
الْآيَةُ ( وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ ) أَخَذْنَ
أُزْرَهُنَّ فَشَقَّقْنَهَا مِنْ قِبَلِ الْحَوَاشِي فَاخْتَمَرْنَ بِهَا
“(Wanita-wanita Muhajirin), ketika turun ayat ini: “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada (dan leher) mereka.” (QS. Menunjukkan bahwa sebelumnya mereka tidak berpakaian yang menutupi aurat-aurat mereka sehingga mereka menggunakan kain yang ada dalam rangka untuk mentaati ayat tersebut.
Singkat kata, para ulama sejak dahulu telah membahas hukum memakai cadar bagi wanita. Sebagian mewajibkan, dan sebagian lagi berpendapat hukumnya sunnah. Tidak ada diantara mereka yang mengatakan bahwa pembahasan ini hanya berlaku bagi wanita muslimah arab atau timur-tengah saja. Sehingga tidak benar bahwa memakai cadar itu aneh, ekstrim, berlebihan dalam beragama, atau ikut-ikutan budaya negeri arab.
—
Penukilan pendapat-pendapat para ulama di atas merupakan kesungguhan dari akhi Ahmad Syabib dalam forum Fursanul Haq (http://www.forsanelhaq.com/showthread.php?t=83503)
Penerjemah: Yulian Purnama
Artikel www.muslim.or.id
Wanita bercadar seringkali diidentikkan dengan orang arab atau timur-tengah. Padahal memakai cadar atau menutup wajah bagi wanita adalah ajaran Islam yang didasari dalil-dalil Al Qur’an, hadits-hadits shahih serta penerapan para sahabat Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam serta para ulama yang mengikuti mereka. Sehingga tidak benar anggapan bahwa hal tersebut merupakan sekedar budaya timur-tengah.
Berikut ini sengaja kami bawakan pendapat-pendapat para ulama madzhab, tanpa menyebutkan pendalilan mereka, untuk membuktikan bahwa pembahasan ini tertera dan dibahas secara gamblang dalam kitab-kitab fiqih 4 madzhab. Lebih lagi, ulama 4 madzhab semuanya menganjurkan wanita muslimah untuk memakai cadar, bahkan sebagiannya sampai kepada anjuran wajib. Beberapa penukilan yang disebutkan di sini hanya secuil saja, karena masih banyak lagi penjelasan-penjelasan serupa dari para ulama madzhab.
Madzhab Hanafi
Pendapat madzhab Hanafi, wajah wanita bukanlah aurat, namun memakai cadar hukumnya sunnah (dianjurkan) dan menjadi wajib jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah.
* Asy Syaranbalali berkata:
وجميع بدن الحرة عورة إلا وجهها وكفيها باطنهما وظاهرهما في الأصح ، وهو المختار
“Seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan
dalam serta telapak tangan luar, ini pendapat yang lebih shahih dan
merupakan pilihan madzhab kami“ (Matan Nuurul Iidhah)* Al Imam Muhammad ‘Alaa-uddin berkata:
وجميع بدن الحرة عورة إلا
وجهها وكفيها ، وقدميها في رواية ، وكذا صوتها، وليس بعورة على الأشبه ،
وإنما يؤدي إلى الفتنة ، ولذا تمنع من كشف وجهها بين الرجال للفتنة
“Seluruh badan wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan
dalam. Dalam suatu riwayat, juga telapak tangan luar. Demikian juga
suaranya. Namun bukan aurat jika dihadapan sesama wanita. Jika cenderung
menimbulkan fitnah, dilarang menampakkan wajahnya di hadapan para
lelaki” (Ad Durr Al Muntaqa, 81)* Al Allamah Al Hashkafi berkata:
والمرأة كالرجل ، لكنها تكشف وجهها لا رأسها ، ولو سَدَلَت شيئًا عليه وَجَافَتهُ جاز ، بل يندب
“Aurat wanita dalam shalat itu seperti aurat lelaki. Namun wajah
wanita itu dibuka sedangkan kepalanya tidak. Andai seorang wanita
memakai sesuatu di wajahnya atau menutupnya, boleh, bahkan dianjurkan” (Ad Durr Al Mukhtar, 2/189)* Al Allamah Ibnu Abidin berkata:
تُمنَعُ من الكشف لخوف أن يرى الرجال وجهها فتقع الفتنة ، لأنه مع الكشف قد يقع النظر إليها بشهوة
“Terlarang bagi wanita menampakan wajahnya karena khawatir akan
dilihat oleh para lelaki, kemudian timbullah fitnah. Karena jika wajah
dinampakkan, terkadang lelaki melihatnya dengan syahwat” (Hasyiah ‘Alad Durr Al Mukhtaar, 3/188-189)* Al Allamah Ibnu Najiim berkata:
قال مشايخنا : تمنع المرأة الشابة من كشف وجهها بين الرجال في زماننا للفتنة
“Para ulama madzhab kami berkata bahwa terlarang bagi wanita muda
untuk menampakkan wajahnya di hadapan para lelaki di zaman kita ini,
karena dikhawatirkan menimbulkan fitnah” (Al Bahr Ar Raaiq, 284)Beliau berkata demikian di zaman beliau, yaitu beliau wafat pada tahun 970 H, bagaimana dengan zaman kita sekarang?
Madzhab Maliki
Mazhab Maliki berpendapat bahwa wajah wanita bukanlah aurat, namun memakai cadar hukumnya sunnah (dianjurkan) dan menjadi wajib jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah. Bahkan sebagian ulama Maliki berpendapat seluruh tubuh wanita adalah aurat.
* Az Zarqaani berkata:
وعورة الحرة مع رجل أجنبي
مسلم غير الوجه والكفين من جميع جسدها ، حتى دلاليها وقصَّتها . وأما الوجه
والكفان ظاهرهما وباطنهما ، فله رؤيتهما مكشوفين ولو شابة بلا عذر من
شهادة أو طب ، إلا لخوف فتنة أو قصد لذة فيحرم ، كنظر لأمرد ، كما
للفاكهاني والقلشاني
“Aurat wanita di depan lelaki muslim ajnabi adalah seluruh tubuh
selain wajah dan telapak tangan. Bahkan suara indahnya juga aurat.
Sedangkan wajah, telapak tangan luar dan dalam, boleh dinampakkan dan
dilihat oleh laki-laki walaupun wanita tersebut masih muda baik sekedar
melihat ataupun untuk tujuan pengobatan. Kecuali jika khawatir timbul
fitnah atau lelaki melihat wanita untuk berlezat-lezat, maka hukumnya
haram, sebagaimana haramnya melihat amraad. Hal ini juga diungkapkan oleh Al Faakihaani dan Al Qalsyaani” (Syarh Mukhtashar Khalil, 176)* Ibnul Arabi berkata:
والمرأة كلها عورة ، بدنها
، وصوتها ، فلا يجوز كشف ذلك إلا لضرورة ، أو لحاجة ، كالشهادة عليها ، أو
داء يكون ببدنها ، أو سؤالها عما يَعنُّ ويعرض عندها
“Wanita itu seluruhnya adalah aurat. Baik badannya maupun suaranya.
Tidak boleh menampakkan wajahnya kecuali darurat atau ada kebutuhan
mendesak seperti persaksian atau pengobatan pada badannya, atau kita
dipertanyakan apakah ia adalah orang yang dimaksud (dalam sebuah
persoalan)” (Ahkaamul Qur’an, 3/1579)* Al Qurthubi berkata:
قال ابن خُويز منداد ــ
وهو من كبار علماء المالكية ـ : إن المرأة اذا كانت جميلة وخيف من وجهها
وكفيها الفتنة ، فعليها ستر ذلك ؛ وإن كانت عجوزًا أو مقبحة جاز أن تكشف
وجهها وكفيها
“Ibnu Juwaiz Mandad – ia adalah ulama besar Maliki – berkata: Jika
seorang wanita itu cantik dan khawatir wajahnya dan telapak tangannya
menimbulkan fitnah, hendaknya ia menutup wajahnya. Jika ia wanita tua
atau wajahnya jelek, boleh baginya menampakkan wajahnya” (Tafsir Al Qurthubi, 12/229)* Al Hathab berkata:
واعلم أنه إن خُشي من
المرأة الفتنة يجب عليها ستر الوجه والكفين . قاله القاضي عبد الوهاب ،
ونقله عنه الشيخ أحمد زرّوق في شرح الرسالة ، وهو ظاهر التوضيح
“Ketahuilah, jika dikhawatirkan terjadi fitnah maka wanita wajib
menutup wajah dan telapak tangannya. Ini dikatakan oleh Al Qadhi Abdul
Wahhab, juga dinukil oleh Syaikh Ahmad Zarruq dalam Syarhur Risaalah.
Dan inilah pendapat yang lebih tepat” (Mawahib Jaliil, 499)* Al Allamah Al Banaani, menjelaskan pendapat Az Zarqani di atas:
وهو الذي لابن مرزوق في
اغتنام الفرصة قائلًا : إنه مشهور المذهب ، ونقل الحطاب أيضًا الوجوب عن
القاضي عبد الوهاب ، أو لا يجب عليها ذلك ، وإنما على الرجل غض بصره ، وهو
مقتضى نقل مَوَّاق عن عياض . وفصَّل الشيخ زروق في شرح الوغليسية بين
الجميلة فيجب عليها ، وغيرها فيُستحب
“Pendapat tersebut juga dikatakan oleh Ibnu Marzuuq dalam kitab Ightimamul Furshah,
ia berkata: ‘Inilah pendapat yang masyhur dalam madzhab Maliki’. Al
Hathab juga menukil perkataan Al Qadhi Abdul Wahhab bahwa hukumnya
wajib. Sebagian ulama Maliki menyebutkan pendapat bahwa hukumnya tidak
wajib namun laki-laki wajib menundukkan pandangannya. Pendapat ini
dinukil Mawwaq dari Iyadh. Syaikh Zarruq dalam kitab Syarhul Waghlisiyyah merinci, jika cantik maka wajib, jika tidak cantik maka sunnah” (Hasyiyah ‘Ala Syarh Az Zarqaani, 176)Madzhab Syafi’i
Pendapat madzhab Syafi’i, aurat wanita di depan lelaki ajnabi (bukan mahram) adalah seluruh tubuh. Sehingga mereka mewajibkan wanita memakai cadar di hadapan lelaki ajnabi. Inilah pendapat mu’tamad madzhab Syafi’i.
* Asy Syarwani berkata:
إن لها ثلاث عورات : عورة
في الصلاة ، وهو ما تقدم ـ أي كل بدنها ما سوى الوجه والكفين . وعورة
بالنسبة لنظر الأجانب إليها : جميع بدنها حتى الوجه والكفين على المعتمد
وعورة في الخلوة وعند المحارم : كعورة الرجل »اهـ ـ أي ما بين السرة
والركبة ـ
“Wanita memiliki tiga jenis aurat, (1) aurat dalam shalat
-sebagaimana telah dijelaskan- yaitu seluruh badan kecuali wajah dan
telapak tangan, (2) aurat terhadap pandangan lelaki ajnabi, yaitu
seluruh tubuh termasuk wajah dan telapak tangan, menurut pendapat yang mu’tamad, (3) aurat ketika berdua bersama yang mahram, sama seperti laki-laki, yaitu antara pusar dan paha” (Hasyiah Asy Syarwani ‘Ala Tuhfatul Muhtaaj, 2/112)* Syaikh Sulaiman Al Jamal berkata:
غير وجه وكفين : وهذه
عورتها في الصلاة . وأما عورتها عند النساء المسلمات مطلقًا وعند الرجال
المحارم ، فما بين السرة والركبة . وأما عند الرجال الأجانب فجميع البدن
“Maksud perkataan An Nawawi ‘aurat wanita adalah selain wajah dan
telapak tangan’, ini adalah aurat di dalam shalat. Adapun aurat wanita
muslimah secara mutlak di hadapan lelaki yang masih mahram adalah antara
pusar hingga paha. Sedangkan di hadapan lelaki yang bukan mahram adalah
seluruh badan” (Hasyiatul Jamal Ala’ Syarh Al Minhaj, 411)* Syaikh Muhammad bin Qaasim Al Ghazzi, penulis Fathul Qaarib, berkata:
وجميع بدن المرأة الحرة عورة إلا وجهها وكفيها ، وهذه عورتها في الصلاة ، أما خارج الصلاة فعورتها جميع بدنها
“Seluruh badan wanita selain wajah dan telapak tangan adalah aurat.
Ini aurat di dalam shalat. Adapun di luar shalat, aurat wanita adalah
seluruh badan” (Fathul Qaarib, 19)* Ibnu Qaasim Al Abadi berkata:
فيجب ما ستر من الأنثى ولو رقيقة ما عدا الوجه والكفين . ووجوب سترهما في الحياة ليس لكونهما عورة ، بل لخوف الفتنة غالبًا
“Wajib bagi wanita menutup seluruh tubuh selain wajah telapak tangan,
walaupun penutupnya tipis. Dan wajib pula menutup wajah dan telapak
tangan, bukan karena keduanya adalah aurat, namun karena secara umum
keduanya cenderung menimbulkan fitnah” (Hasyiah Ibnu Qaasim ‘Ala Tuhfatul Muhtaaj, 3/115)* Taqiyuddin Al Hushni, penulis Kifaayatul Akhyaar, berkata:
ويُكره أن يصلي في ثوب فيه
صورة وتمثيل ، والمرأة متنقّبة إلا أن تكون في مسجد وهناك أجانب لا
يحترزون عن النظر ، فإن خيف من النظر إليها ما يجر إلى الفساد حرم عليها
رفع النقاب
“Makruh hukumnya shalat dengan memakai pakaian yang bergambar atau
lukisan. Makruh pula wanita memakai niqab (cadar) ketika shalat. Kecuali
jika di masjid kondisinya sulit terjaga dari pandnagan lelaki ajnabi.
Jika wanita khawatir dipandang oleh lelaki ajnabi sehingga menimbulkan
kerusakan, haram hukumnya melepaskan niqab (cadar)” (Kifaayatul Akhyaar, 181)Madzhab Hambali
* Imam Ahmad bin Hambal berkata:
كل شيء منها ــ أي من المرأة الحرة ــ عورة حتى الظفر
“Setiap bagian tubuh wanita adalah aurat, termasuk pula kukunya” (Dinukil dalam Zaadul Masiir, 6/31)* Syaikh Abdullah bin Abdil Aziz Al ‘Anqaari, penulis Raudhul Murbi’, berkata:
« وكل الحرة البالغة عورة
حتى ذوائبها ، صرح به في الرعاية . اهـ إلا وجهها فليس عورة في الصلاة .
وأما خارجها فكلها عورة حتى وجهها بالنسبة إلى الرجل والخنثى وبالنسبة إلى
مثلها عورتها ما بين السرة إلى الركبة
“Setiap bagian tubuh wanita yang baligh adalah aurat, termasuk pula sudut kepalanya. Pendapat ini telah dijelaskan dalam kitab Ar Ri’ayah…
kecuali wajah, karena wajah bukanlah aurat di dalam shalat. Adapun di
luar shalat, semua bagian tubuh adalah aurat, termasuk pula wajahnya
jika di hadapan lelaki atau di hadapan banci. Jika di hadapan sesama
wanita, auratnya antara pusar hingga paha” (Raudhul Murbi’, 140)* Ibnu Muflih berkata:
« قال أحمد : ولا تبدي
زينتها إلا لمن في الآية ونقل أبو طالب :ظفرها عورة ، فإذا خرجت فلا تبين
شيئًا ، ولا خُفَّها ، فإنه يصف القدم ، وأحبُّ إليَّ أن تجعل لكـمّها زرًا
عند يدها
“Imam Ahmad berkata: ‘Maksud ayat tersebut adalah, janganlah mereka (wanita) menampakkan perhiasan mereka kecuali kepada orang yang disebutkan di dalam ayat‘.
Abu Thalib menukil penjelasan dari beliau (Imam Ahmad): ‘Kuku wanita
termasuk aurat. Jika mereka keluar, tidak boleh menampakkan apapun
bahkan khuf (semacam kaus kaki), karena khuf itu masih menampakkan lekuk kaki. Dan aku lebih suka jika mereka membuat semacam kancing tekan di bagian tangan’” (Al Furu’, 601-602)* Syaikh Manshur bin Yunus bin Idris Al Bahuti, ketika menjelaskan matan Al Iqna’ , ia berkata:
« وهما » أي : الكفان . « والوجه » من الحرة البالغة « عورة خارجها » أي الصلاة « باعتبار النظر كبقية بدنها »
“’Keduanya, yaitu dua telapak tangan dan wajah adalah aurat di luar shalat karena adanya pandangan, sama seperti anggota badan lainnya” (Kasyful Qanaa’, 309)* Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata:
القول الراجح في هذه المسألة وجوب ستر الوجه عن الرجال الأجانب
“Pendapat yang kuat dalam masalah ini adalah wajib hukumnya bagi wanita untuk menutup wajah dari pada lelaki ajnabi” (Fatawa Nurun ‘Alad Darb, http://www.ibnothaimeen.com/all/noor/article_4913.shtml)Cadar Adalah Budaya Islam
Dari pemaparan di atas, jelaslah bahwa memakai cadar (dan juga jilbab) bukanlah sekedar budaya timur-tengah, namun budaya Islam dan ajaran Islam yang sudah diajarkan oleh para ulama Islam sebagai pewaris para Nabi yang memberikan pengajaran kepada seluruh umat Islam, bukan kepada masyarakat timur-tengah saja. Jika memang budaya Islam ini sudah dianggap sebagai budaya lokal oleh masyarakat timur-tengah, maka tentu ini adalah perkara yang baik. Karena memang demikian sepatutnya, seorang muslim berbudaya Islam.
Diantara bukti lain bahwa cadar (dan juga jilbab) adalah budaya Islam :
1. Sebelum turun ayat yang memerintahkan berhijab atau berjilbab, budaya masyarakat arab Jahiliyah adalah menampakkan aurat, bersolek jika keluar rumah, berpakaian seronok atau disebut dengan tabarruj. Oleh karena itu Allah Ta’ala berfirman:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ
“Hendaknya kalian (wanita muslimah), berada di rumah-rumah kalian
dan janganlah kalian ber-tabarruj sebagaimana yang dilakukan wanita
jahiliyah terdahulu” (QS. Al Ahzab: 33)Sedangkan, yang disebut dengan jahiliyah adalah masa ketika Rasulullah Shallalahu’alihi Wasallam belum di utus. Ketika Islam datang, Islam mengubah budaya buruk ini dengan memerintahkan para wanita untuk berhijab. Ini membuktikan bahwa hijab atau jilbab adalah budaya yang berasal dari Islam.
2. Ketika turun ayat hijab, para wanita muslimah yang beriman kepada Rasulullah Shallalahu’alaihi Wasallam seketika itu mereka mencari kain apa saja yang bisa menutupi aurat mereka. ‘Aisyah Radhiallahu’anha berkata:
مَّا نَزَلَتْ هَذِهِ
الْآيَةُ ( وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ ) أَخَذْنَ
أُزْرَهُنَّ فَشَقَّقْنَهَا مِنْ قِبَلِ الْحَوَاشِي فَاخْتَمَرْنَ بِهَا
“(Wanita-wanita Muhajirin), ketika turun ayat ini: “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada (dan leher) mereka.” (QS. Menunjukkan bahwa sebelumnya mereka tidak berpakaian yang menutupi aurat-aurat mereka sehingga mereka menggunakan kain yang ada dalam rangka untuk mentaati ayat tersebut.
Singkat kata, para ulama sejak dahulu telah membahas hukum memakai cadar bagi wanita. Sebagian mewajibkan, dan sebagian lagi berpendapat hukumnya sunnah. Tidak ada diantara mereka yang mengatakan bahwa pembahasan ini hanya berlaku bagi wanita muslimah arab atau timur-tengah saja. Sehingga tidak benar bahwa memakai cadar itu aneh, ekstrim, berlebihan dalam beragama, atau ikut-ikutan budaya negeri arab.
—
Penukilan pendapat-pendapat para ulama di atas merupakan kesungguhan dari akhi Ahmad Syabib dalam forum Fursanul Haq (http://www.forsanelhaq.com/showthread.php?t=83503)
Penerjemah: Yulian Purnama
Artikel www.muslim.or.id
1 comments:
I would state, you do the genuinely amazing.This substance is made to a wonderful degree well. 192.168.l.254 is a private IP address that comes in a range booked from IANA (Internet Assigned Number Authority) for specific purposes, though in many cases users mistype the IP address as 192.168.1.254 where the character one is assumed as letter L.
ReplyPost a Comment